Tradisi Bermaf-maafan
Salah satu dari hikmah Ramadhan adalah dilimpahkannya ampunan Allah kepada hamba-hambanya. Namun dosa itu ada dua, yaitu ada yang haq Allah dan ada yang haq sesama manusia. Dosa yang haq Allah diampuni dengan permohonan ampunnya kepada Allah serta ibadah-ibadah yang dilakukan. Namun dosa haq sesama manusia tidak serta merta diampuni karena memohon ampun kepada Allah dan ibadah-ibadah yang dilakukan, tapi harus disertai saling memaafkan dan saling merelakan dengan sesama manusia. Karena itulah, setelah Ramadhan – di saat idul fitri – kaum muslimin bermaaf-maafan, yaitu untuk menyempurnakan ampunan yang dilimpahkan Allah, agar ampunan itu dilimpahkan untuk dosa yang haq Allah dan yang haq sesama manusia.
Dengan demikian, benarlah menurut syari’at Islam adanya tradisi bermaaf-maafan ketika idul fitri itu.
Tradisi Mengucapkan Minal 'Aadiin wal Faaizin
Orang-orang yang mengerti kaidah-kaidah Bahasa Arab tidaklah akan mempermasalahkan ungkapan tersebut. Mengapa ? Ia mengerti bahwa pada rangkaian “minal ‘aaidin wal faaizin” ada kalimat yang tidak dicamtumkan pada redaksinya namun ada pada maknanya.
Adanya kalimat yang tidak dicantumkan pada redaksi tapi ada pada maknanya biasa dalam berbagai bahasa di dunia. Contoh dalam bahasa Indonesia : Ketika orang ditanya “Mau pergi ke mana ?” . Dia tahu bahwa di pertanyaan itu ada kata “kamu” yang tidak disebutkan, sehingga makna pertanyaan itu “Kamu mau pergi ke mana ?” Ketika dijawab “Ke Jakarta” Dia pun tahu bahwa dalam jawaban itu ada rangkaian “Saya mau pergi” sehingga makna jawaban itu “Saya mau pergi ke Jakarta”.
Dalam rangkaian “minal ‘aaidiin wal faaiziin” tersimpan makna do’a “ja’alanallaahu wa iyyaakum” sehingga maknanya adalah “ja’alanallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidiin wal faaizin (semoga Allah menjadikan kami dan anda semua termasuk orang yang kembali mendapatkan kesuciannya dan mendapatakan kemenangan/kebahagiaan).
Sebagai rangkaian do’a kalimat ini tidak perlu dipermasalahkan. Sebuah do’a tidak harus ada redaksinya dari Nabi Muhammad saw. Kita umat Islam diperkenankan berdo’a dengan bahasa kita sendiri sesuai dengan do’a apa yang kita ingin panjatkan kepada Allah.
Dengan demikian, tidak ada masalah dalam pengucapan “minal ‘aaidin wal faaizin” pada saat idul fitri sebagai bagian dari saling mendo’akan.
Adapun ada yang salah dalam mengartikan “minal ‘aaidin wal faaizin”, maka yang salah mengartikan itu perlu diberitahu artinya yang benar.